1.20.2010

percuma?

"Kok sepertinya percuma aja ya kalau kita memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah sendiri, ujung-ujungnya disatuin lagi sama tukang sampah."

"Percumakah?"

Sering banget aku mendengar 'keluhan' seperti tadi. Banyak diantara kita yang sebenernya udah pengen 'berbuat' untuk memisahkan sampah, antara sampah organik dan anorganik. Tapi setelah niat itu bulat, eh, kepentok lagi masalah yang klasik. Sistem tidak mendukung, dengan kata lain pihak yang berwenang mengurus sampah tidak memisahkan mereka. Kalaupun ada beberapa pemukiman yang Tempat Pembuatan Sampahnya (TPS) dipisah, berapa persen jumlahnya. Pemerintah belum bisa diandalkan untuk mengurus sistem yang berkelanjutan, bla bla bla..

Berhenti mengeluh kepada pemerintah yang mengurus sistem. 

Mari kita inisiasi dari yang terkecil, yang bisa kita lakukan tanpa bergantung pada orang lain. Untuk urusan sampah ini, banyak sekali yang bisa kita lakukan tanpa menunggu orang lain bertindak.

Sampah organik.

Sampah ini tampaknya ada sejak adanya peradaban. Semua orang perlu makan, dan tidak semua yang bisa dimakan akan habis. Makan daun, tangkai jadi sampah. Makan buah, kulit dan biji jadi sampah. Hal yang paling gampang kita lakukan adalah, mengurangi sampah dengan menghabiskan makanan.

Sulitkah? Sepertinya tidak, tapi masih banyak orang yang tidak menghabiskan makanannya dan menolerir banyak sekali alasan untuk tidak menghabiskan makanan. Jadi solusinya, kurangilah alasan untuk tidak menghabiskan makanan, dan carilah solusinya.

Yang sering aku lihat adalah masalah porsi makanan. Misalnya, kalau tahu makannya dikit, ambil secukupnya. Kalau makan di restoran, minta nasinya setengah porsi, atau minta piring kosong untuk menaruh nasi yang tidak termakan. Tentunya dipisahinnya sebelum makan, jangan udah selesai makan baru dipisah. Yang penting masih layak untuk dimakan orang lain. Terus bilang sama mas-mas atau mbak-mbak yang melayani bahwa nasi itu masih layak untuk dimakan. Seenggaknya kalau ada peraturan restoran itu tidak bisa diberikan oleh tamu lain, masih bisa dimakan oleh pekerjanya.

Oke.. Resolusi tahun ini bertambah.
Mengambil makanan secukupnya? Cek!
Menghabiskan makanan? Cek!

Yang berikutnya, sampah organik dikompos. Ingat apa yang dilakukan orang-orang dulu terhadap sampah organik? Mereka menyisakan sedikit lahannya di halaman, dikeruk supaya bisa menjadi tempat sampah. Sampah organik dimasukkan ke sana hingga penuh, nanti ditutup dengan tanah dari lahan di sebelahnya yang menjadi calon 'tempat sampah' baru.

Ngga punya lahan untuk dikeruk dan dijadikan tempat sampah? Pakailah keranjang takakura! Cerita lengkapnya udah pernah aku tulis di sini. Cara ini sangat mengurangi timbulan sampah yang keluar dari rumah kita, sistem terkecil yang masih bisa kita kontrol.

Kurangi timbulan sampah organik di rumah? Cek! 

Sampah anorganik. 

Untuk sampah-sampah yang masih bisa dipakai lagi, semua dipisahin dari awal. Minimal kemasan dari plastik dan kaca. Kalau ada tempat khusus di dekat tempat sampah untuk menaruh barang-barang tersebut, dari awal botol-botol tersebut 'bersih' dari sampah. Nanti sampah botol itu bisa kita letakkan di luar, pemulung juga tidak perlu mengacak-acak tempat sampah kita. 

Untuk sampah yang tidak aman seperti plastik dan styrofoam, hindari sebisa mungkin. Minuman botol, mie instan dalam styrofoam. Yang paling gampang ya membiasakan diri untuk bawa bekal minum dari rumah. Jadi di jalan kita tidak 'terpaksa' beli minuman kemasan. Untuk makanan, sama dengan minum. Bawa bekal dari rumah. Apalagi bekal dari rumah itu lebih sehat dan terjamin kualitas makanannya. Kalo repot? Ngga usah bawa makanannya, bawa tempatnya aja. Biar ngga susah jangan lupa simpen piring atau tempat bekal di kantor, jadi kalau mau beli makanan ngga perlu pake kemasan.

Mengurangi sampah kertas dan plastik pembungkus. Cek!

Untuk hal yang sederhana ini, kadang kita bertemu dengan sifat manusia yang ngga pernah puas, dan ngga mau repot. "Mau makan aja repot, mau minum aja susah." Memang sederhana, tapi terkadang tidak mudah.

Kalau pengen sesuatu yang instan untuk membuat bumi ini lebih baik, ngga beres-beres karena kebanyakan mikir ini itu :p Betul ngga? Mengubah mind set itu tidak bisa cepat, perlu diingatkan berulang-ulang sampai kesadaran itu nempel permanen di otak. Biar ngga keburu pusing duluan, kita niatkan 'yang penting sampah dikurangi' dulu. Kalau kebiasaan ini sudah 'nempel', nanti dengan sendirinya akan menjadi sebuah pola pikir yang baru.

Kebiasaan-kebiasaan di atas mungkin hanya sedikit sekali dari banyak kebiasaan yang bisa kita lakukan untuk bersahabat dengan bumi. Tapi bayangkan kalau kebiasaan tersebut dilakukan masal berjuta-juta orang. Jadi biar kebiasaan ini jadi kebiasaan banyak orang, mari kita saling mengingatkan :p

3 comments:

nina said...

Yuk, mariii...:)

Anonymous said...

komen ah

Anonymous said...

komen ti agung...