1.06.2010

hidup secukupnya tanpa uang. bisa ngga ya?

"Tidak semua yang penting bisa dihitung, 
dan tidak semua yang tidak bisa dihitung itu tidak penting"

Kalau ada yang bilang kita bisa bertahan hidup tanpa uang, percaya ngga? Kalau kita percaya bahwa tiap orang berharga, dan tiap barang dan jasa bernilai, apakah kita bisa bertahan hidup hanya dengan menukar satu dengan yang lain? Kalau ngga percaya, kita lihat sebuah kehidupan Heidemarie Schwermer. 22 tahun yang lalu, guru yang pernah mengajar di sekolah menengah itu baru saja melewati masa sulit di rumah tangganya. Di usia paruh baya ia bersama anak-anaknya pindah dari sebuah desa Lueneburg ke Dortmund di Jerman.


Heidemarie Schwermer

Siapa yang menyangka bahwa di tempat barunya itu, dia membawa kehidupan baru tidak untuk dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga untuk masyarakatnya. Awalnya ia sempat terkejut, bahwa tuna wisma yang berada di sana jumlahnya di atas rata-rata. Berawal dari sebuah keyakinan bahwa para tuna wisma tersebut ngga perlu uang untuk masuk ke kehidupan sosial. Setiap manusia punya sesuatu yang dibutuhkan manusia lainnya. Dan mereka, para tuna wisma itu, bisa memperkuat diri mereka dengan membuat dirinya berguna. Ibu Schwermer itu yakin, walaupun tidak memiliki kekayaan apapun, kita masih berharga. Setiap orang memiliki peranan di dunia ini.

Setelah mengenal tempat dan masyarakat barunya lebih jauh, dengan hati-hati dia mengonsep suatu sistem, sistem "Tauschring", atau yang lebih kenal sebuah sistem barter. Sebuah sistem di mana semua orang bisa bertemu dan bertukar. Tidak ada uang di dalam sistem tersebut, hanya ketrampilan, jasa atau barang-barang milik mereka sendiri. Tempat itu menjadi sebuah zona bebas uang, di mana seseorang bisa mencukur rambutnya dengan bayaran cuci mobil, pemanggang roti yang masih berfungsi tapi tidak pernah digunakan bisa ditukar dengan beberapa baju hangat bekas layak pakai. Menarik banget, sistem yang sangat primitif, sangat sederhana, Memberi dan menerima.

Tidak disangka-sangka sistem "Tauschring" ini berkembang sangat pesat, bahkan menjadi fenomena tersendiri di Dortmund. Terlebih setelah media massa lokal meliput program ini. Berjalannya program ini juga membuat Ibu Schwermer menemukan sesuatu pada diri sendiri. Ia menemukan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar, tentang dirinya dan cara hidupnya. Sistem ini membuat ia sadar, bahwa selama ini dirinya hidup dengan banyak barang yang sebenarnya tidak ia butuhkan.

Ternyata sistem tersebut merubah pola hidupnya. Ia memutuskan untuk tidak membeli apapun tanpa memberikan sesuatu. Kemudian ia melakukan refleksi, memikirkan apa yang benar-benar ia butuhkan, dan memberikan apa yang tidak ia butuhkan. “Menyingkirkan barang-barang yang tidak dibutuhkan itu sangat melegakan,“ katanya.

Ia ingin sekali menyebarkan filosofi ini kepada semua orang. Impiannya, ia ingin sekali satu saat semua orang dapat hidup tanpa uang. Untuknya, uang hanya batasan yang menambah kesulitan. “Kita hidup seperti ini karena sistem yang membuat kita seperti itu. Mungkin kita bisa membeli apapun yang kita inginkan, tapi sebenarnya yang kita perlukan jauh lebih sedikit dari yang kita sadari. Kapitalisme yang ada saat ini bukanlah satu-satunya sistem.”

Wah, kebayang banget, untuk membangun sebuah sistem seperti ini dibutuhkan ketahanan mental yang tinggi. Harus sabar, konsisten, dan bener-bener memegang komitmen. Satu pelajaran yang berharga dari Ibu ini, bahwa sistem yang ia bangun ini bukan sekadar memberi dan mengharapkan imbalan. Bukan juga tentang memberi dan membiarkan orang mengambil keuntungan dari apa yang kita beri. Tapi lebih jauhnya, yaitu mengikhlaskan barang-barang yang ada di sekitar kita dan mengalahkan ketakutan terbesar kita. Kepemilikan barang.

Hebat sekali Ibu ini ya.. Hmm, pengen juga sih nyobain bikin semacam ‘garage sale’ tapi dimodifikasi dengan sistem barter. Lebih seru lagi kalau yang dibarter ngga cuma barang, tapi juga jasa. Wah, jadi mikir-mikir juga, seberapa banyak sih sebenernya barang-barang yang bener-bener aku butuhin? Dan bisa ngga sih aku mengikhlaskan sebuah barang, bahkan untuk barang yang aku sayang karena mungkin sebenarnya ada orang lain yang lebih membutuhkan barang itu. Jadi mikir juga kalau belanja satu barang, aku bener-bener perlu ngga?

Oke, kalo begitu.. hmm.. kapan mulai beberes, Dan?  :p

No comments: