1.04.2010

menjadi sahabat bumi. sulitkah?

Susah ngga sih untuk hidup bersahabat dengan bumi?

Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terbayang akan datang. Tapi lama kelamaan pertanyaan ini muncul semakin jelas ketika kita bertemu dengan orang-orang dengan kebiasaan yang menurut kita tidak ramah lingkungan.

Mungkin terdengar arogan. Aku akui hidup saya masih belum segitunya bersahabat dengan bumi. Masih jauh, but I'm working on it. Masih banyak kebiasaan-kebiasaanku yang membuat aku belumlah layak untuk menyandang 'sahabat bumi'. Mungkin karena belum optimal dalam usaha meringankan beban bumi. Maafkan ya..

Tapi apa sih yang bikin orang susah untuk menjadi lebih 'hijau'?

Kebiasaan.
Hal ini merupakan sesuatu yang penting dan mendasar. Ngga gampang mengubah kebiasaan dari kecil. Buat aku memang susah mengubah sesuatu yang sudah dilakukan di luar kesadaran kita, sudah dilakukan jutaan kali. Jadi untuk mengubah kebiasaan kita yang kurang bersahabat menjadi lebih bersahabat dengan bumi, harus ada yang rajin mengingatkan. Yang mengingatkan dan yang diingatkan ngga boleh bosen sampai kita bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Kalau dari kecil sudah dibiasakan buka kran lebar-lebar, sampe ngga mungkin lebih besar lagi, kayanya memang sering lupa bahwa dengan air lebih sedikit juga sudah cukup. Kalau di rumah biasa buang sampah sembarangan, untuk sadar bahwa dirinya tidak tinggal di 'tempat sampah' besar susah juga.

Kenyamanan.
Hal lain yang bikin susah untuk menjadi lebih 'hijau' setelah kebiasaan adalah masalah kenyamanan. Sering kali kita harus melepaskan kenyamanan dan mau 'repot'. Mau ngurangin kantong plastik, berarti harus mau repot bawa tas belanja. Mau menghemat kertas, berarti harus mau juga sedikit meluangkan waktu untuk nyortir kertas, dan sedikit memberikan ruang untuk mengumpulkan kertas.

Ada yang sudah terbiasa untuk membakar sampah di rumah, ngga peduli isinya ada plastik yang berbahaya dibakar atau ngga. Tapi tetep aja ngga mau repot untuk ngurus pengambilan sampah di lingkungan rumah. Toh, ngga pernah kerasa menghirup udara hasil bakaran sampah itu.

Sistem.
Suatu sistem juga besar pengaruhnya. Misalnya saja untuk memilah sampah. Bagaimana bisa milah sampah kalau nanti pada ujungnya sampah-sampah tersebut masuk lagi ke dalam satu bak besar. Tidak ada lagi kelas-kelas mana yang bisa didaur ulang mana yang ngga. Apakah mungkin profesi pemulung itu memang sesuatu yang diperlukan di sini? Apa ngga bisa ya mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih 'layak', misalnya sudah tidak harus nyemplung lagi ke bak sampah super gede, tetapi mengurus yang lebih penting dari mungutin satu persatu apa yang biasa dipulung.

Contoh lain misalnya di kantor. Penggunaan listrik dan penyejuk ruangan terpusat, atau penggunaan lift/eskalator pengaruhnya besar terhadap penggunaan listrik. Atau masalah penggunaan kertas dan pelengkapan kantor. Masih banyak kantor yang tidak membiasakan karyawannya untuk bijak menggunakan kertas dan perlengkapan kantor.

Bisa juga sistem di lingkungan akademis. Dulu waktu tugas akhir, pengen banget 'melanggar' ketentuan margin dan font tulisan yang diberlakukan. Margin sebesar, dengan spasi satu setengah hingga dua dan font Times New Roman 12 itu juga bisa bikin jumlah kertas bertambah. Spasi dan tulisan bisa kan diperkecil, yang penting enak dibaca.

Wah, kalau dibahas semua, banyak sekali yang bisa ditulis di sini. Tapi dengan sistem yang tidak mendukung, bukan berarti bisa jadi pembenaran untuk tidak hidup hijau. Hanya mungkin usahanya harus lebih besar. 

Pemenuhan kebutuhan dasar.
Hm, ada lagi mungkin kebutuhan dasar yang membentur. Kita hidup di Indonesia, dimana sebagian masyarakatnya hidup masih memiliki pertanyaan yang jauh lebih mendasar, 'Mau makan apa sekarang?'. Kalau hari-harinya masih dihadapi pertanyaan ini, agak sulit untuk diajak mengubah kebiasaan, tidak nyaman, dan ikut megubah sistem yang ada.

Kompleks memang kalau ingin melakukan hidup hijau secara masal walaupun tiap individu bisa memulainya untuk hal-hal yang kecil. Dan masalah hidup bersahabat dengan bumi ini tidak melulu hanya seputar penghematan air, kertas, listrik, dan masalah seputar sampah. Tapi lebih ke masalah 'filosofi' bagaimana menyadari masalah ini adalah kebutuhan mendasar, bukan kewajiban. Kita yang perlu untuk menjadi sahabat bumi. Bukan bumi yang harus menjadi sahabat kita dengan mengikuti bagaimana perkembangan jaman dan teknologi.

Ketika kesadaran bahwa menjadi sahabat bumi ini adalah sebuah kebutuhan, bukan sesuatu yang terpaksa dilakukan, maka tidaklah sulit untuk menerapkan hidup hijau. Kalau kata orang tempat tinggal adalah cermin bagaimana orang yang tinggal di dalamnya, berarti bagaimana kita menghargai bumi itu sama dengan bagaimana kita menghargai kita sendiri :)

No comments: