1.31.2010

...

 

persiapan mall baru yang akan naik singgasana
akal sehat penguasa yang ikut terkeruk tanah
kemudian entah hilang kemana

1.21.2010

kolesterol.

Siapa bilang kalau muda boleh bersenang-senang dengan makanan hingga lupa diri?

"Mumpung masih muda," Begitu katanya.

Kolesterol, yang banyak diidap orang lanjut usia, sekarang udah mulai mengincar anak muda. Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) meriset tentang hal ini. 3.125 remaja ikut andil dalam penelitian ini di tahun 2006, dan hasilnya? Satu dari lima remaja di Amerika memiliki kadar kolesterol di atas standar.

"Ah, tenang aja.. aku ngga gendut kok."

Hoo.. ternyata, 14 persen remaja yang kadar kolesterolnya di atas standar itu, punya tubuh dengan berat normal. Dan sepertiga remaja di Amerika berpotensi mengalami penyakit jantung dini karena kolesterol.

Selain penyakit jantung, kolesterol ini juga bisa menimbulkan penyakit liver yang kini berada di puncak daftar penyebab kematian orang dewasa di AS. Jadi, berhati-hatilah dengan pola makan.

Jangan tunda lagi karena hidup sehat dari sekarang sama dengan investasi sehat di lanjut usia ;)

1.20.2010

percuma?

"Kok sepertinya percuma aja ya kalau kita memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah sendiri, ujung-ujungnya disatuin lagi sama tukang sampah."

"Percumakah?"

Sering banget aku mendengar 'keluhan' seperti tadi. Banyak diantara kita yang sebenernya udah pengen 'berbuat' untuk memisahkan sampah, antara sampah organik dan anorganik. Tapi setelah niat itu bulat, eh, kepentok lagi masalah yang klasik. Sistem tidak mendukung, dengan kata lain pihak yang berwenang mengurus sampah tidak memisahkan mereka. Kalaupun ada beberapa pemukiman yang Tempat Pembuatan Sampahnya (TPS) dipisah, berapa persen jumlahnya. Pemerintah belum bisa diandalkan untuk mengurus sistem yang berkelanjutan, bla bla bla..

Berhenti mengeluh kepada pemerintah yang mengurus sistem. 

Mari kita inisiasi dari yang terkecil, yang bisa kita lakukan tanpa bergantung pada orang lain. Untuk urusan sampah ini, banyak sekali yang bisa kita lakukan tanpa menunggu orang lain bertindak.

Sampah organik.

Sampah ini tampaknya ada sejak adanya peradaban. Semua orang perlu makan, dan tidak semua yang bisa dimakan akan habis. Makan daun, tangkai jadi sampah. Makan buah, kulit dan biji jadi sampah. Hal yang paling gampang kita lakukan adalah, mengurangi sampah dengan menghabiskan makanan.

Sulitkah? Sepertinya tidak, tapi masih banyak orang yang tidak menghabiskan makanannya dan menolerir banyak sekali alasan untuk tidak menghabiskan makanan. Jadi solusinya, kurangilah alasan untuk tidak menghabiskan makanan, dan carilah solusinya.

Yang sering aku lihat adalah masalah porsi makanan. Misalnya, kalau tahu makannya dikit, ambil secukupnya. Kalau makan di restoran, minta nasinya setengah porsi, atau minta piring kosong untuk menaruh nasi yang tidak termakan. Tentunya dipisahinnya sebelum makan, jangan udah selesai makan baru dipisah. Yang penting masih layak untuk dimakan orang lain. Terus bilang sama mas-mas atau mbak-mbak yang melayani bahwa nasi itu masih layak untuk dimakan. Seenggaknya kalau ada peraturan restoran itu tidak bisa diberikan oleh tamu lain, masih bisa dimakan oleh pekerjanya.

Oke.. Resolusi tahun ini bertambah.
Mengambil makanan secukupnya? Cek!
Menghabiskan makanan? Cek!

Yang berikutnya, sampah organik dikompos. Ingat apa yang dilakukan orang-orang dulu terhadap sampah organik? Mereka menyisakan sedikit lahannya di halaman, dikeruk supaya bisa menjadi tempat sampah. Sampah organik dimasukkan ke sana hingga penuh, nanti ditutup dengan tanah dari lahan di sebelahnya yang menjadi calon 'tempat sampah' baru.

Ngga punya lahan untuk dikeruk dan dijadikan tempat sampah? Pakailah keranjang takakura! Cerita lengkapnya udah pernah aku tulis di sini. Cara ini sangat mengurangi timbulan sampah yang keluar dari rumah kita, sistem terkecil yang masih bisa kita kontrol.

Kurangi timbulan sampah organik di rumah? Cek! 

Sampah anorganik. 

Untuk sampah-sampah yang masih bisa dipakai lagi, semua dipisahin dari awal. Minimal kemasan dari plastik dan kaca. Kalau ada tempat khusus di dekat tempat sampah untuk menaruh barang-barang tersebut, dari awal botol-botol tersebut 'bersih' dari sampah. Nanti sampah botol itu bisa kita letakkan di luar, pemulung juga tidak perlu mengacak-acak tempat sampah kita. 

Untuk sampah yang tidak aman seperti plastik dan styrofoam, hindari sebisa mungkin. Minuman botol, mie instan dalam styrofoam. Yang paling gampang ya membiasakan diri untuk bawa bekal minum dari rumah. Jadi di jalan kita tidak 'terpaksa' beli minuman kemasan. Untuk makanan, sama dengan minum. Bawa bekal dari rumah. Apalagi bekal dari rumah itu lebih sehat dan terjamin kualitas makanannya. Kalo repot? Ngga usah bawa makanannya, bawa tempatnya aja. Biar ngga susah jangan lupa simpen piring atau tempat bekal di kantor, jadi kalau mau beli makanan ngga perlu pake kemasan.

Mengurangi sampah kertas dan plastik pembungkus. Cek!

Untuk hal yang sederhana ini, kadang kita bertemu dengan sifat manusia yang ngga pernah puas, dan ngga mau repot. "Mau makan aja repot, mau minum aja susah." Memang sederhana, tapi terkadang tidak mudah.

Kalau pengen sesuatu yang instan untuk membuat bumi ini lebih baik, ngga beres-beres karena kebanyakan mikir ini itu :p Betul ngga? Mengubah mind set itu tidak bisa cepat, perlu diingatkan berulang-ulang sampai kesadaran itu nempel permanen di otak. Biar ngga keburu pusing duluan, kita niatkan 'yang penting sampah dikurangi' dulu. Kalau kebiasaan ini sudah 'nempel', nanti dengan sendirinya akan menjadi sebuah pola pikir yang baru.

Kebiasaan-kebiasaan di atas mungkin hanya sedikit sekali dari banyak kebiasaan yang bisa kita lakukan untuk bersahabat dengan bumi. Tapi bayangkan kalau kebiasaan tersebut dilakukan masal berjuta-juta orang. Jadi biar kebiasaan ini jadi kebiasaan banyak orang, mari kita saling mengingatkan :p

1.13.2010

boraks.

[catatan Mbak Dan] Ini adalah abstraksi Tugas Akhir mbak dan, siapa tahu bermanfaat. Ternyata boraks tidak hanya berada dalam bakso saja, seperti yang kita ketahui selama ini, tapi juga berada pada makanan lain. Mudah-mudahan tulisan seperti ini bisa meningkatkan kesadaran atas apa yang kita konsumsi, dan membuat kita lebih waspada terhadap jajanan-jajanan yang ada di sekitar kita. Aku percaya, kesadaran dan kewaspadaan konsumen bisa meningkatkan kesadaran para produsen makanan untuk berhati-hati menggunakan bahan tambahan makanan dan memberikan yang terbaik untuk para konsumennya.

*   *   *

Boraks adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat dapat mengembangkan, memberi efek kenyal, serta membunuh mikroba. Boraks sering digunakan oleh produsen untuk dijadikan zat tambahan makanan (ZTM) pada bakso, tahu, mie, bihun, kerupuk, maupun lontong.

Keberadaan boraks pada makanan tidak ditoleransi (tidak boleh ada dalam kadar berapapun, red.) karena sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh sebab itu penggunaan boraks dilarang (tidak ada standar kadar boraks dalam makanan) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pada penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif kolometri kadar senyawa boron pada mie basah dan baso dilihat dari pembentukan kompleks boron-kurkumin berupa senyawa kompleks resosianin bewarna merah (Curcurmin Method) dan dilihat penurunan kadar boron pada makanan setelah diolah sampai makanan tersebut siap saji (direbus).

Hasil menunjukkan bahwa senyawa boron sebagai ZTM masih digunakan, dan ditemukan boron pada sampel mie sebesar 0,052 - 0,367 mg B/g berat kering dan pada baso sebesar 0,0075 – 0,139 mg B/g berat, kering. Penurunan kadar setelah direbus sekitar 18 - 20% (larut dalam air perebus).

Selain itu dilakukan juga perhitungan asupan (intake) boron yang mungkin didapat oleh konsumen yang berasal dari mie baso dengan responden mahasiswa sebesar 0,047 mg B/kg-hari.

*   *   *

Boraks bisa terkandung dalam mie lebih banyak dari bakso karena selain mengenyalkan, boraks ini menjadi bahan pengawet. Dan mie basah cenderung lebih cepat membusuk dari pada bakso.

Sebagai info, senyawa yang mengandung boron adalah zat yang digunakan pada tetes mata, salah satu bahan pembuat gelas dan keramik, juga banyak digunakan di industri sebagai bahan semikonduktor.

1.10.2010

taman rumah.

Pagi ini ada yang dateng, namanya Pur. Dia yang biasa bantu kita membereskan tanaman dan halaman di depan rumah. Hihi, udah lama banget ngga dipangkas udah kaya utan :p Hm..mumpung ada yang ngerjain, taman depan diapain ya?

"Nur, ada ide ngga taman diapain?" Hmm.. jeda sejenak, Nur menggeleng.

"Mit, ada ide ngga diapain?"

"Hmm.. gimana kalo taman depan kita semen aja. Biar ngga usah susah susah ngurus taman, nambah-nambahin banjir?" Dengan sedikit senyum 'sinis-nakal'. Ya ya.. tak mungkin lah kita menyemen tuh taman.

"Ho..biar hijau, gimana kalo kita tanem pohon mangga aja persis depan garasi?"

"Tanggung mbak, beringin aja sekalian. Biar ada yang jaga mobil supaya ngga dicuri orang."

Haha.. "Bisa juga tuh ditanem beringin. Tapi jangan depan garasi aku. Di depan garasimu aja gimana?"

Hmm, berapa banyak ya rumah yang masih mempertahankan 'lahan hijau'nya untuk jalan air menjadi air tanah? Tidak mengorbankan lahan hijau dengan dalih perlu garasi, perlu tempat usaha, perlu mengeraskan halaman, dan keperluan lainnya yang tampaknya lebih penting dibandingkan mempertahankan lahan hijaunya?

"Ah, air masih banyak.. Kalau pun susah air, paling bukan generasi kita.." Kalau yang ini nadanya beneran sinis :p

Kata siapa krisis air masih lama? Bukan tidak mungkin krisis air terjadi dalam 5 tahun ke depan dengan keadaan seperti ini. Apalagi ditambah dengan tidak menghemat air. Lengkaplah 'mantra-mantra' pemanggil krisis air.

Sekarang, hujan kecil aja, kiri kanan jalan udah banjir. Dan tampaknya banjir ini tidak hanya di sekitar rumah, tapi mulai meluas. Gimana nih Pak Walikota? Rumah bapak belum pernah kebanjiran ya?

*Semoga masih banyak orang yang sadar untuk mempertahankan lahan hijaunya. Selamat bekerja Pur. Terima kasih udah bantu mengurus 'lahan hijau' di rumah :p

Greenie, si keranjang takakura.

Setelah menulis penghematan yang bisa dilakukan di dapur dengan mencuci piring, pertanyaan berikutnya adalah ke manakah sebaiknya sampah-sampah organik sisa makanan dan memasak itu pergi? Untuk mengurangi timbulan sampah yang sampai ke pembuangan akhir di rumah, sebetulnya kita masih bisa memanfaatkan sampah organik ini. Dari sini kita bisa dapet kompos untuk tanaman-tanaman kita.

Keranjang Takakura (namanya dari bapak yang menciptakan keranjang ini, Koji Takakura) di rumah, yang biasa dipanggil 'Greenie' oleh Mita, penghuni gelap rumah terbaru. Greenie ini berupa tempat cucian baju yang didalamnya dilapisi kardus, dan berisi tanah. Sebelum ditutup dengan penutup plastiknya, ada penutup tambahan bantal sekam.


Greenie ini sudah ada di dapur sejak 1,5 tahun yang lalu. Praktis, karena memang dirancang untuk mengolah sampah rumah tangga. Bau ngga? Hoho, jangan takut, ngga akan bau, tidak akan mengeluarkan 'air sampah'.

Kalau kita beli keranjang Takakura, kita akan mendapatkan bakteri yang fungsinya menjadi starter. Bakteri-bakteri ini yang akan menjadi teman kita, dengan mengurai sampah jadi kompos. Bakteri ini ngga akan keliatan kok, jadi bentuknya tidak mengerikan sama sekali :) Simpan keranjang di dekat bak cuci biar gampang. Sebaiknya keranjang ini tidak kena sinar matahari langsung.

Pemakaian keranjang Takakura ini sama sekali ngga susah. Paling mengeluarkan sedikit energi lebih karena kita harus 'mencincang' sampah organik  dimasukkan ke dalam keranjang. Kenapa harus dipotong kecil-kecil dulu? Supaya bakterinya bisa mengurai sampah lebih cepat. Setelah itu, sampah organik ini dimasukkan ke keranjang Takakura dan diaduk-aduk dengan campuran kompos (tanah dan starter) sampai rata. Tutup dengan sekam supaya tidak bau dan suhunya terjaga.


Mau tahu bakteri itu sudah makan sampah kita atau belum? Letakkan tangan ke dekat keranjang. Kalau terasa hangat, berarti bakteri-bakteri itu sudah mulai bekerja. Untuk mendapatkan kompos, 2/3 bagian kompos yang telah jadi bisa kita ambil. Sisanya, bisa digunakan lagi sebagai starter. Nah, sampah berkurang, pupuk bisa dimanfaatkan untuk tanaman-tanaman kita. Asik kan?

Nah, kalau mau membuat keranjang takakura sendiri, ada blognya ternyata. Klik di sini ya. Atau bisa juga kontak ke Kang Afif 022.9283.0310.

1.06.2010

galong.


Kenalkan, ini galong.
Gayung bolong.
Sudah ada di kamar mandiku sejak SD.

Yah, ini galong generasi kedua,
karena ayah galong sudah rusak dan pecah.

Buat yang masih sering pake gayung dan kamar mandinya pake bak,
galong ini teman setia untuk menghemat air :)
Tinggal beli gayung, atau pake gayung yang udah ada,
dibolongin sedikit diujung bawah pake solder panas.
Gampang kan?

Kalo pake gayung bolong ini, bisa menghemat air.
Karena air yang keluar sudah kecil, ngga perlu lagi disetel-setel pake kran.
Kecil, tapi cukup.

Bisa dipake untuk nyuci yang kecil-kecil.
Bisa untuk wudhu.
Bisa untuk keramas. Serius, keramas pake gayung ini hemat banget.

Atau mau tahu aliran kran yang 'pas'?
Nah, ikutin aja gimana galong ini ngeluarin airnya.

Mau mencoba?

hidup secukupnya tanpa uang. bisa ngga ya?

"Tidak semua yang penting bisa dihitung, 
dan tidak semua yang tidak bisa dihitung itu tidak penting"

Kalau ada yang bilang kita bisa bertahan hidup tanpa uang, percaya ngga? Kalau kita percaya bahwa tiap orang berharga, dan tiap barang dan jasa bernilai, apakah kita bisa bertahan hidup hanya dengan menukar satu dengan yang lain? Kalau ngga percaya, kita lihat sebuah kehidupan Heidemarie Schwermer. 22 tahun yang lalu, guru yang pernah mengajar di sekolah menengah itu baru saja melewati masa sulit di rumah tangganya. Di usia paruh baya ia bersama anak-anaknya pindah dari sebuah desa Lueneburg ke Dortmund di Jerman.


Heidemarie Schwermer

Siapa yang menyangka bahwa di tempat barunya itu, dia membawa kehidupan baru tidak untuk dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga untuk masyarakatnya. Awalnya ia sempat terkejut, bahwa tuna wisma yang berada di sana jumlahnya di atas rata-rata. Berawal dari sebuah keyakinan bahwa para tuna wisma tersebut ngga perlu uang untuk masuk ke kehidupan sosial. Setiap manusia punya sesuatu yang dibutuhkan manusia lainnya. Dan mereka, para tuna wisma itu, bisa memperkuat diri mereka dengan membuat dirinya berguna. Ibu Schwermer itu yakin, walaupun tidak memiliki kekayaan apapun, kita masih berharga. Setiap orang memiliki peranan di dunia ini.

Setelah mengenal tempat dan masyarakat barunya lebih jauh, dengan hati-hati dia mengonsep suatu sistem, sistem "Tauschring", atau yang lebih kenal sebuah sistem barter. Sebuah sistem di mana semua orang bisa bertemu dan bertukar. Tidak ada uang di dalam sistem tersebut, hanya ketrampilan, jasa atau barang-barang milik mereka sendiri. Tempat itu menjadi sebuah zona bebas uang, di mana seseorang bisa mencukur rambutnya dengan bayaran cuci mobil, pemanggang roti yang masih berfungsi tapi tidak pernah digunakan bisa ditukar dengan beberapa baju hangat bekas layak pakai. Menarik banget, sistem yang sangat primitif, sangat sederhana, Memberi dan menerima.

Tidak disangka-sangka sistem "Tauschring" ini berkembang sangat pesat, bahkan menjadi fenomena tersendiri di Dortmund. Terlebih setelah media massa lokal meliput program ini. Berjalannya program ini juga membuat Ibu Schwermer menemukan sesuatu pada diri sendiri. Ia menemukan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar, tentang dirinya dan cara hidupnya. Sistem ini membuat ia sadar, bahwa selama ini dirinya hidup dengan banyak barang yang sebenarnya tidak ia butuhkan.

Ternyata sistem tersebut merubah pola hidupnya. Ia memutuskan untuk tidak membeli apapun tanpa memberikan sesuatu. Kemudian ia melakukan refleksi, memikirkan apa yang benar-benar ia butuhkan, dan memberikan apa yang tidak ia butuhkan. “Menyingkirkan barang-barang yang tidak dibutuhkan itu sangat melegakan,“ katanya.

Ia ingin sekali menyebarkan filosofi ini kepada semua orang. Impiannya, ia ingin sekali satu saat semua orang dapat hidup tanpa uang. Untuknya, uang hanya batasan yang menambah kesulitan. “Kita hidup seperti ini karena sistem yang membuat kita seperti itu. Mungkin kita bisa membeli apapun yang kita inginkan, tapi sebenarnya yang kita perlukan jauh lebih sedikit dari yang kita sadari. Kapitalisme yang ada saat ini bukanlah satu-satunya sistem.”

Wah, kebayang banget, untuk membangun sebuah sistem seperti ini dibutuhkan ketahanan mental yang tinggi. Harus sabar, konsisten, dan bener-bener memegang komitmen. Satu pelajaran yang berharga dari Ibu ini, bahwa sistem yang ia bangun ini bukan sekadar memberi dan mengharapkan imbalan. Bukan juga tentang memberi dan membiarkan orang mengambil keuntungan dari apa yang kita beri. Tapi lebih jauhnya, yaitu mengikhlaskan barang-barang yang ada di sekitar kita dan mengalahkan ketakutan terbesar kita. Kepemilikan barang.

Hebat sekali Ibu ini ya.. Hmm, pengen juga sih nyobain bikin semacam ‘garage sale’ tapi dimodifikasi dengan sistem barter. Lebih seru lagi kalau yang dibarter ngga cuma barang, tapi juga jasa. Wah, jadi mikir-mikir juga, seberapa banyak sih sebenernya barang-barang yang bener-bener aku butuhin? Dan bisa ngga sih aku mengikhlaskan sebuah barang, bahkan untuk barang yang aku sayang karena mungkin sebenarnya ada orang lain yang lebih membutuhkan barang itu. Jadi mikir juga kalau belanja satu barang, aku bener-bener perlu ngga?

Oke, kalo begitu.. hmm.. kapan mulai beberes, Dan?  :p

1.05.2010

Ayo jadi konsumen cerdas!

Setelah tulisan tentang baca dulu label makanan, sekarang saatnya kita menjadi konsumen cerdas, dalam hal ini bahasannya adalah makanan! Menjadi konsumen cerdas berarti bisa kritis terhadap apa yang dibeli. Sadar betul apa yang dibeli beserta dampak atau konsekuensinya. Membaca label adalah langkah awal menjadi konsumen cerdas karena dengan begitu kita sedikit banyak tahu kondisi makanan yang kita beli.

Apa saja sih yang harus diperhatikan pada label makanan? 

Informasi gizi (nutrition facts). 
Di situ tercantum berapa jumlah penyajian dalam kemasan, termasuk takaran penyajian. Ini sering kali kita abaikan, apalagi untuk cemilan. Misalnya, satu kantung kacang yang tertera 2,5 penyajian, kita habiskan sendiri. Otomatis semua angka-angka yang tertera dalam informasi gizi harus anda kalikan 2,5.

Cek lagi jumlah kalori, baik kalori total maupun per sajian. Yang tidak kalah penting adalah jumlah kalori dari lemak. Jumlah kalori dibawah 100 per sajian tergolong rendah, 100-200 sedang, diatas 200 termasuk tinggi. Ini berlaku untuk cemilan ya, bukan makanan berat. Standar kalori yang dibutuhkan per orang setiap harinya rata-rata 2000. Jadi tinggal atur-atur sendiri berapa banyak cemilan yang masih 'wajar' dimakan. 

Komposisi bahan (ingredients). 
Semua bahan-bahan yang terkandung di dalam makanan seharusnya dicantumkan di sini. Tapi kalau anda jeli, terkadang produsen makanan tidak mencantumkan semua. Bisa karena itu dianggap 'rahasia perusahaan' supaya resepnya ngga bocor, atau bahan tersebut termasuk bahan yang seharusnya tidak digunakan. Biasanya yang dicantumkan di awal informasi adalah bahan yang paling banyak digunakan, seperti tepung, gula, mentega, atau telur misalnya.

Setelah itu biasanya dicantumkan pula zat-zat tambahan makanan lainnya. Nah, ini yang juga tidak boleh dilewati. Penguat rasa seperti MSG, pengawet, pewarna, baik kimiawi maupun natural biasanya dicantumkan di sini. Tapi yang menjadi masalah berikutnya, kita tidak selalu tahu, bahan itu berbahaya atau tidak. Kita ngga selalu tahu seberapa banyak zat tersebut bisa kita konsumsi. Biasanya untuk bahan-bahan tambahan seperti itu ada penjelasan seberapa banyak bisa kita konsumsi per kilogram berat badan. Jadi anak-anak dan dewasa tentunya punya kadar toleransi yang berbeda.

Biasanya pada label dicantumkan pula kandungan lemak, karbohidrat, protein dan vitamin yang terkandung atau ditambahkan. Untuk informasi lemak, ada beberapa kategori yang harus diperhatikan. Ada makanan yang mencantumkan "bebas lemak". Berarti makanan tersebut mengandung maksimal 0,5 gram lemak per takaran.  "Rendah lemak"  kurang lebih 3 gram. Pehatikan pula berapa jumlah lemak jenuh/ tak jenuhnya. Sebisa mungkin makanan tersebut tidak mengandung lemak jenuh.

Sering kali angka yang tercantum di label makanan menggunakan persen, yang merupakan nilai harian. Kembali lagi, ini mengacu pada jumlah kalori rata-rata orang dewasa, 2000 kalori. Jadi untuk yang diet rendah kalori, misalnya 1500 kalori, ya harus dihitung ulang. Hitung kasar aja lah, ngga perlu sampe detil. Pusing nanti tiap makan :p Misalnya, kandungan lemak total pada sebuah produk adalah 5% persen, berarti jumlah lemak total tersebut 5% dari 2.000 yaitu 100 kalori lemak.

Ada beberapa informasi lainnya yang harus diperhatikan, terutama untuk orang-orang yang punya kondisi kesehatan tertentu. Kalau punya bawaan sakit jantung atau obesitas, kita harus sangat berhati-hati dengan informasi lemak ini. Sementara untuk yang punya penyakit darah tinggi, karena harus menghindari garam, perhatikan kadar sodiumnya. Hati-hati pula dengan bawaan alergi seperti misalnya alergi kacang atau protein susu (laktosa). Ada beberapa orang yang sangat sensitif dengan kacang. Biasanya hampir setiap produk luar mencantumkan tulisan "May contain traces of nut". Artinya walaupun sangat kecil jumlahnya, masih ada kandungan kacang dalam produk tersebut.  

Jadi, jangan lupa cek label setiap beli makanan, dan jadilah konsumen yang cerdas!! :)

nyuci piring yuuk.

gambar dari sini

Kalau bingung mau mulai hidup frugal dari mana, aku ajak untuk mulai dari kebiasaan yang tiap hari kita lakukan. Mencuci piring!! :D Mencuci piring adalah salah satu aktivitas yang menyenangkan buat aku dari kecil, karena bisa jadi salah satu excuse untuk bisa main air, hehe. Ada saatnya sih aku males cuci piring, terutama kalo liat bak cuci penuh dengan piring-piring berlemak.

Kenapa aku ajak dari mencuci piring? Karena kegiatan ini rawan sekali terkena penyakit penghamburan air, dan juga karena kegiatan ini adalah salah satu kegiatan yang paling sering kita lakukan. Jadi satu perubahan kecil dalam mencuci piring, dampaknya akan sangat besar.

Kumpulin dulu piring dan gelas yang dicuci. Mencuci satu-satu piring dan gelas memang meringankan beban sih, tapi kalau kita bisa mencuci beberapa piring dan gelas bersamaan, air yang digunakan lebih sedikit.

Sebelum mencuci, pastinya kita membersihkan sampah di piring-piring kan? Nah, karena sebagian besar sampah dari piring ini sampah sisa makanan alias sampah organik, ngga ada salahnya kalau kita menyediakan keranjang takakura (tempat pengomposan) dekat bak pencuci piring. Selain bisa mengurangi timbulan sampah, bisa untuk kompos tanaman kita juga :p 

Salah satu keprihatinan terbesar aku kalau memperhatikan orang lain mencuci piring adalah dari cara menyalakan kran. Sering kali orang mencuci piring dengan kran menyala sangaaaatt besar. Sepertinya ada sugesti tersendiri, nyucinya ngga akan bersih kalau krannya ngga besar. Padahal kan ngga harus sebesar itu untuk mencuci piring dengan bersih. Pakai air secukupnya aja, pasang kran sekecil mungkin. Ngga perlu sampe kecil banget juga sih, 1/3 dari kapasitas maksimum kran sepertinya cukup.

Matiin air kalau kita ngga sedang membilas cucian. Kadang aku melihat orang yang sepanjang aktivitas mencuci piring, kondisi kran terbuka saat tidak membilas, termasuk saat menyabuni piring gelas. Air dibiarkan mengalir begitu saja. Sebetulnya yang seperti ini juga sering aku lihat kalau orang menggosok gigi atau mencuci tangan. Jadi jangan lupa, kalau airnya ngga lagi dipake, tolong dimatikan :)

Untuk menghemat air selama mencuci, sabuni dulu semua piring atau gelas yang tidak berlemak. Nah, air bilasan sabunnya bisa untuk membilas piring, gelas, dan sendok yang ditaruh dibawahnya. Lemak-lemak langsung larut ;) Mungkin ada yang terbiasa merendam semua cucian ke dalam bak cuci berisi air sabun hangat. Hm.. cara ini bisa juga dilakukan, tapi tampaknya lemak yang satu bisa nempel ke piring lain. Aku pribadi sih ngerasa kurang bersih dengan cara itu.

'Ah, itu kan biasa aja, Dan..' Kalau udah biasa nyuci seperti itu, ya..bagus :) Atau mungkin punya tips-tips lain selama mencuci piring? Ayo, mari dibagi di sini. Tapi kalau belum, yuk dicoba. Keliatannya sih sepele, tapi kadang kita lupa sama hal-hal yang sepele. Kalau yang nyuci piring mbak/bibi di dapur, yuk, sama-sama mengingatkan. Kalau hemat air, uang retribusi air bisa dihemat juga.. :) Tentunya penghematan air dalam jangka panjang juga kan?

1.04.2010

baca dulu labelnya..

Apa yang kita lakukan ketika berbelanja makanan? Ada yang langsung memasukkan begitu saja makanan yang kita inginkan atau butuhkan ke keranjang makanan. Ada yang memilih-milih dulu jenisnya, seperti kalau kita ingin kripik kentang, kita berpikir dulu, kali ini yang dibeli rasa apa ya? Dan akhirnya keranjang belanja kita penuh dengan makanan. Atau kita keluar toko hanya dengan apa yang kita butuhkan.

Terlepas dari makanan yang dibelanjakan itu hanya kebutuhan sehari-hari atau belanja cemilan dan makanan yang terkadang tidak kita perlukan, ada satu hal yang sering terlewati. Membaca label makanan. Sudahkan mengecek label itu menjadi bagian dari kebiasaan saat belanja? Kebanyakan orang mengecek tanggal kadaluarsa makanan. Tapi lebih jauh lagi mengecek label yang ada di pinggir kemasan, mengerti isi informasi yang ada, dan akhirnya makanan tersebut masuk ke dalam pilihan menandakan kita tahu 'konsekuensi' dari apa yang dimakan.

Paranoid?

Kebiasaanku mengecek label makanan beberapa kali dibilang ‘paranoid’ oleh beberapa teman. Apakah kebiasaan itu dianggap berlebihan? Padahal, membaca label makanan bisa menjadi pintu suatu lorong hak konsumen. Lorong awal di mana kita tahu apa yang kita makan. Kertas kecil berisi info yang membuat kita tahu, berbahaya atau tidak makanan yang kita konsumsi. Informasi yang membuat kita bisa melihat, bagaimana dampak makanan itu terhadap tubuh kita, dengan segala yang tertera.

Tentunya sebagai orang yang hobinya makan, kadang-kadang label dilihat untuk  tahu apa isi dari makanan yang dibeli. Siapa tahu , dengan informasi bahannya itu, aku ngga perlu membeli makanan itu karena bisa membuatnya sendiri di rumah. Walaupun kasus ini jarang juga sih, karena ujung-ujungnya malas ‘repot’ memasak, hemat waktu dan energi, hehe..




Ahli pangan?

Kadang-kadang gara-gara suka membaca label makanan, aku ditanya beberapa temen tentang isi label itu. Wah, aku bukan ahli pangan yang ngerti segala info dalam daftar bahan-bahan suatu makanan. Apalagi kalau yang tertera kode-kode makanan seperti untuk pewarna dan bahan-bahan makanan. Ada beberapa hal yang mungkin aku tahu karena pernah ikut kuliah 'Sanitasi Makanan dan Minuman'. Tapi kalau ngga tahu, bisa nyari kan di internet? Tinggal tanya paman Google nan baik hati dan tahu segala itu, keluarlah sederet penjelasan.

Untuk jangka panjang, mungkin kita jadi banyak belajar tentang apa yang kita makan, seperti apa itu lemak trans, pewarna makanan mana yang aman dan lain sebagainya. Tapi untuk langkah awal, membaca label makanan ini merupakan salah satu kesadaran kita terhadap apa yang kita makan.

Tentang mata kuliah sanitasi yang aku ikuti dulu, setiap keluar kelas, jadi mikir 'Kalau hampir semua makanan di dunia ini ada dampak negatifnya, kita makan apa dong?' Kita hidup di jaman yang serba maju, dan ada yang harus kita bayar untuk kemajuan jaman itu. Polusi yang akhirnya bersarang di tanaman yang akan kita makan, residu bahan kimia pertanian, bakteri dan virus yang semakin lama semakin ganas karena mereka pun perlu bertahan hidup. Wah, kalau kita nyari makanan yang seratus persen aman, bisa-bisa kita puasa seumur hidup, dong.

Memilih resiko.

Milih apa yang kita makan sama saja dengan memilih resiko. Tapi setidaknya ya itu tadi, kita tahu dan sadar betul apa yang kita makan, dan resiko apa yang kita dapatkan. Kalau udah punya kesadaran itu, tanpa sadar kita bisa memilih apa yang terbaik, atau apa yang dibutuhkan saat ini. Kalaupun makanannya enak tapi ngga baik, bisa tetep dimakan sih, tapi secukupnya saja. Jangan banyak-banyak, jangan sering-sering. Atau kalau tahu dampak negatif dari mengkonsumsi sesuatu, kita kan bisa cari tahu antisipasi apa yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif.

Ada juga pertanyaan yang dilontarkan "Mau makan aja kok repot?". Atau mungkin ada juga yang bilang "Ntar aja deh, milih-milih makanannya kalau udah tua." Hm..kenyamanan kita di usia lanjut nanti harus diinvestasi dari sekarang. Jadi kalau mau lebih enak-enak pas tua nanti, ayo kita mulai dari sekarang. Setelah tahu dan sadar betul apa yang kita makan, pilihan tetap ada di kita kan? Ngga ada yang memaksa anda untuk makan atau tidak makan sesuatu kan? Kecuali anda pola makan anda di bawah pengawasan dokter mungkin :)

Oh, btw, yang pertama kalau aku liat label makanannya adalah jumlah kalori total per serving dan kalori dari lemak. Kalori dari lemak ngga boleh lebih dari 25-30% dari jumlah kalori total, dan sebisa mungkin ngga ada saturated fat alias lemak jenuhnya. Setelah itu baru aku cek yang lain ;)

menjadi sahabat bumi. sulitkah?

Susah ngga sih untuk hidup bersahabat dengan bumi?

Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terbayang akan datang. Tapi lama kelamaan pertanyaan ini muncul semakin jelas ketika kita bertemu dengan orang-orang dengan kebiasaan yang menurut kita tidak ramah lingkungan.

Mungkin terdengar arogan. Aku akui hidup saya masih belum segitunya bersahabat dengan bumi. Masih jauh, but I'm working on it. Masih banyak kebiasaan-kebiasaanku yang membuat aku belumlah layak untuk menyandang 'sahabat bumi'. Mungkin karena belum optimal dalam usaha meringankan beban bumi. Maafkan ya..

Tapi apa sih yang bikin orang susah untuk menjadi lebih 'hijau'?

Kebiasaan.
Hal ini merupakan sesuatu yang penting dan mendasar. Ngga gampang mengubah kebiasaan dari kecil. Buat aku memang susah mengubah sesuatu yang sudah dilakukan di luar kesadaran kita, sudah dilakukan jutaan kali. Jadi untuk mengubah kebiasaan kita yang kurang bersahabat menjadi lebih bersahabat dengan bumi, harus ada yang rajin mengingatkan. Yang mengingatkan dan yang diingatkan ngga boleh bosen sampai kita bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Kalau dari kecil sudah dibiasakan buka kran lebar-lebar, sampe ngga mungkin lebih besar lagi, kayanya memang sering lupa bahwa dengan air lebih sedikit juga sudah cukup. Kalau di rumah biasa buang sampah sembarangan, untuk sadar bahwa dirinya tidak tinggal di 'tempat sampah' besar susah juga.

Kenyamanan.
Hal lain yang bikin susah untuk menjadi lebih 'hijau' setelah kebiasaan adalah masalah kenyamanan. Sering kali kita harus melepaskan kenyamanan dan mau 'repot'. Mau ngurangin kantong plastik, berarti harus mau repot bawa tas belanja. Mau menghemat kertas, berarti harus mau juga sedikit meluangkan waktu untuk nyortir kertas, dan sedikit memberikan ruang untuk mengumpulkan kertas.

Ada yang sudah terbiasa untuk membakar sampah di rumah, ngga peduli isinya ada plastik yang berbahaya dibakar atau ngga. Tapi tetep aja ngga mau repot untuk ngurus pengambilan sampah di lingkungan rumah. Toh, ngga pernah kerasa menghirup udara hasil bakaran sampah itu.

Sistem.
Suatu sistem juga besar pengaruhnya. Misalnya saja untuk memilah sampah. Bagaimana bisa milah sampah kalau nanti pada ujungnya sampah-sampah tersebut masuk lagi ke dalam satu bak besar. Tidak ada lagi kelas-kelas mana yang bisa didaur ulang mana yang ngga. Apakah mungkin profesi pemulung itu memang sesuatu yang diperlukan di sini? Apa ngga bisa ya mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih 'layak', misalnya sudah tidak harus nyemplung lagi ke bak sampah super gede, tetapi mengurus yang lebih penting dari mungutin satu persatu apa yang biasa dipulung.

Contoh lain misalnya di kantor. Penggunaan listrik dan penyejuk ruangan terpusat, atau penggunaan lift/eskalator pengaruhnya besar terhadap penggunaan listrik. Atau masalah penggunaan kertas dan pelengkapan kantor. Masih banyak kantor yang tidak membiasakan karyawannya untuk bijak menggunakan kertas dan perlengkapan kantor.

Bisa juga sistem di lingkungan akademis. Dulu waktu tugas akhir, pengen banget 'melanggar' ketentuan margin dan font tulisan yang diberlakukan. Margin sebesar, dengan spasi satu setengah hingga dua dan font Times New Roman 12 itu juga bisa bikin jumlah kertas bertambah. Spasi dan tulisan bisa kan diperkecil, yang penting enak dibaca.

Wah, kalau dibahas semua, banyak sekali yang bisa ditulis di sini. Tapi dengan sistem yang tidak mendukung, bukan berarti bisa jadi pembenaran untuk tidak hidup hijau. Hanya mungkin usahanya harus lebih besar. 

Pemenuhan kebutuhan dasar.
Hm, ada lagi mungkin kebutuhan dasar yang membentur. Kita hidup di Indonesia, dimana sebagian masyarakatnya hidup masih memiliki pertanyaan yang jauh lebih mendasar, 'Mau makan apa sekarang?'. Kalau hari-harinya masih dihadapi pertanyaan ini, agak sulit untuk diajak mengubah kebiasaan, tidak nyaman, dan ikut megubah sistem yang ada.

Kompleks memang kalau ingin melakukan hidup hijau secara masal walaupun tiap individu bisa memulainya untuk hal-hal yang kecil. Dan masalah hidup bersahabat dengan bumi ini tidak melulu hanya seputar penghematan air, kertas, listrik, dan masalah seputar sampah. Tapi lebih ke masalah 'filosofi' bagaimana menyadari masalah ini adalah kebutuhan mendasar, bukan kewajiban. Kita yang perlu untuk menjadi sahabat bumi. Bukan bumi yang harus menjadi sahabat kita dengan mengikuti bagaimana perkembangan jaman dan teknologi.

Ketika kesadaran bahwa menjadi sahabat bumi ini adalah sebuah kebutuhan, bukan sesuatu yang terpaksa dilakukan, maka tidaklah sulit untuk menerapkan hidup hijau. Kalau kata orang tempat tinggal adalah cermin bagaimana orang yang tinggal di dalamnya, berarti bagaimana kita menghargai bumi itu sama dengan bagaimana kita menghargai kita sendiri :)

bukan jamannya yang salah, tapi kita yang harus bijak.

[catatan Mbak Dan] Sudah banyak sekali tulisan dan kampanye yang dilakukan dalam rangka mengurangi penggunaan kertas. Pada kenyataannya memang tidak semudah itu, terlebih bila terbentur sistem yang lebih besar, misalnya sistem yang diterapkan di perkantoran, atau di kampus. Dari diskusi 'Paper Week' yang dilakukan Greeneration Indonesia di facebook, ada satu tulisan dari mas Arief (Arief Nur Budiman) yang menarik, yang buatku perlu dibagi untuk semua. Terima kasih mas Arief sudah mengijinkan tulisannya dibagi di sini :)

Selamat membaca..

Tindakan mengirit penggunaan kertas dan me-recycle kertas untuk digunakan kembali adalah tindakan yang bagus. Dengan hal itu diharapkan produksi kertas bisa menurun dan jumlah pohon2 yang ditebang untuk memproduksinya bisa dikurangi.

Tapi...

..kalau salah satu saran yang diberikan untuk usaha mengurangi penggunaan kertas adalah dengan mengakses informasi lebih sering melalui internet, hmm.... ini salah satu “jebakan” yang nggak banyak orang perhatikan. Bahkan bisa dibilang mengganti penggunaan kertas dengan internet sama seperti menyelesaikan masalah tingkat kelurahan dengan menyebabkan problem di tingkat dunia :-P

Berdasarkan penelitian Dr Alex Wissner-Gross (Harvard Univ.),  CO2 emissions caused by the IT industry are now larger than those caused by the entire international aviation industry. Polusi CO2 yang dihasilkan oleh dunia IT lebih besar dari polusi CO2 yang disebabkan oleh industri penerbangan di seluruh dunia.he..he..fakta yang cukup mengagetkan bukan?

Kenapa bisa demikian?

Karena dengan makin berkembangnya dunia IT, orang butuh semakin banyak komputer, laptop, server, network dll. yang untuk memproduksinya dibutuhkan natural resourcers sangat banyak, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan industri kertas.

Dengan semakin seringnya orang mengakses informasi di Internet, perusahaan2 IT semakin gencar membangun server yang besar untuk melayaninya, which is semakin banyak peralatan komputer yang dibutuhkan dan semakin besar pula daya listrik yang diperlukan untuk operasinya. Belum lagi dengan trend gonta-ganti komputer, laptop or hand/smartphone. Makin banyak sampah2 elektronik yang susah untuk direcycle dibandingkan dengan kertas.

Mengakses sebuah website standar jaman sekarang akan memproduksi 20 gram CO2 per detik, sementara mengakses website yang kaya dengan animasi, video, musik, upload foto/video, download berbagai macam file dll bisa menghasilkan emisi CO2 sampai 300 gram per detik.

Kalau dilihat trend perkembangannya, kita bisa dapatkan hal yang lebih mengkhawatirkan lagi, karena "The internet is the fastest growing source of CO2 to the atmosphere...it doubled from 2002 to 2006."( Bill St. Arnaud from CBC The Spark's Nora Young). Makin kesini makin bisa dilihat kalau perkembangannya bukan hanya naik dua kali lipat bahkan lebih :-(

So…

Sebenernya selain kita harus mengirit penggunaan kertas, ternyata ada yang jauh lebih penting lagi, yaitu wise (bijaksana) dalam mengakses dan memberikan informasi, mengirim attachment, mendownload hal2 yang perlu dan cukup saja, melihat online movie yang penting dan memang akan dilihat, mengupload foto dengan meresize dulu foto2nya ke ukuran kecil, mencari informasi di google yang memang diperlukan, men-download buku-musik yang memang akan didengar dan bukan hanya disimpan di dalam hardisk, mengirim attachment tidak dalam ukuran yang besar ke mailist2, tidak mengikuti trend gonta-ganti komputer, laptop or handphone dan last but not least tidak sering2 berfacebook ria untuk sesuatu yang tidak perlu/bermanfaat he..he..

Ok, segitu aja dulu...
salam hijau buat semuanya… :-)

Arief Nur Budiman

1.03.2010

bersahabat dengan kertas.

Mendaur ulang satu ton kertas dapat menghemat 17 pohon berusia minimal 5 tahun yang dapat memberikan suplai oksigen untuk sekitar 8 orang selama 5 tahun.

Selain itu menghemat satu ton kertas sama dengan menghemat sekitar 400 liter minyak, sekitar 4000 KwH listrik, dan sekitar 30.000 liter air.

Jadi, biasakan untuk membuang kertas hanya bila tidak bisa terpakai lagi untuk keperluan lain. Sampah kertas ini bisa diberi ke pemulung/tukan loak untuk dikirim ke tempat daur ulang.

Untuk corat-coret, mengotret, atau mengeprint untuk preview sementara, gunakan kertas bekas. Gunakan kertas baru dengan bijak, hanya untuk keperluan penting. Bila memungkinkan, cetak kertas secara bolak-balik.

Sampah kertas yang ada bisa dikumpulkan dan dijilid untuk notes. Lebih keren lagi kalau dijilid dengan potongan majalah bekas.

Ayo, ngga susah kok menghemat kertas.. :)

kantong kresek.

Bukan shopping shopping ala tante tante yang nyari diskonan gitu, tapi blanja kebutuhan sehari-hari di rumah. Blanja di supermarket ato blanja di pasar, ada satu masalah yang sama, KANTONG KRESEK!!! hm...kenapa ya, penggunaan kantong kresek ini ngga bisa mulai dikurangi.

Pertama di supermarket. Ok, memang beberapa item harus dipisah. Masa' makanan disatuin sama detergen, ngga mungkin lah. Tapi kalo makanan yang terbungkus rapi, kaya biskuit dan teman-temannya itu disatuin sama sampo, sabun, kayanya masi ngga papa deh. Royal amat si ngasih plastik. Bukan masalah karena ngga usah bayar plastik, tapi betapa gampangnya kita menggunakan plastik kresek itu untuk sesuatu yang ngga penting-penting amat. 

Next, di pasar. tiap kita pindah dari satu tukang ke tukang yang lain, nambah satu kresek. Yah, kalo di pasar, banyak hal yang lebih bisa dimaafkan lah. Mungkin yaa... misalnya gini, Beli ayam, ngga mungkin kan kalo ngga diplastikin?!?!

Ada alasan-alasan yang ngga bisa kita hindari sehingga kita tetap pakai kantong plastik. Hal ini juga yang membuat aku sebenernya kurang sepakat dengan yang namanya kampanye ANTI PLASTIC BAG. Sori, kampanye yang terlalu utopis menurut aku tidak bekerja pada masyarakat kita. Menurutku lo ya.. Ngga perlu lah, sampe anti, toh aku rasa kita juga ngga mungkin idup tanpa bantuan si kantong kresek itu. Cuma mungkin penggunaan yang dikurangi dan lebih bijak. That's the point!!!! Cobalah, mulai dari hal-hal kecil, kebiasaan-kebiasaan yang terlihat sepele. Berapa banyak orang yang masih menyimpan kantong kresek yang masih bisa dipake, untuk dipake lagi? Berapa banyak orang yang akan menolak kasir kalo dirasa penggunaan kantong kresek itu ngga penting? Mudah-mudahan masih banyak ya..

Sayangnya, sistem persampahan di Indonesia tidak belum terintegrasi. Belum ada sistem pemilahan dan standar bagaimana masyarakat harus membuang sampah. Jadi jumlah timbulannya masih banyak, belum bisa tereduksi secara optimal. Jadi ya mau ngga mau kita 'terpaksa' menggunakan kantong kresek itu untuk membuang sampah harian. Kalau mau membantu mereduksi timbulan sampah (yang juga mengurangi kantong kresek untuk membuang sampah), kita bisa mengubur sampah dapur (sampah organik) di halaman seperti yang dilakukan orang-orang jaman dulu, atau bisa dengan metoda takakura. -Untuk yang terakhir nanti dibahas terpisah ya.. :)-  

Ada satu solusi. Bawa tas belanjaan sendiri!!! Heehehhehe... Tapi, ya itu.. Pertama, kadang-kadang belanjanya mendadak, dan kebetulan tasnya lupa dibawa. Ya mo gimana lagi? Kedua, tasnya yang ngga mengakomodasi dengan baik kebutuhan kita. Seperti misalnya, bahannya yang cepet rusak, jaitannya yang ngga bener, kemasannya yang ngga 'handy' alias ngabisin tempat kalo dimasukin ke tas kita. Yah, gimana orang-orang mo pake tas 'ramah lingkungan' ini kalo banyak masalahnya?

Solusi lain? Bikin rajutan dari 'benang' kantong kresek. Hm.. aku udah pernah nyobain sih, tapi agak repot juga sih bikinnya. Perlu hakpen yang besar dan tenaga yang buanyak untuk bikin satu tas dari kresek ini. Lumayan pegel tangannya soalnya benang kresek ini ngga selentur benang biasa. Padahal kalau jadi kerajinan lumayan juga loh, karena satu tas bisa menggunakan sekitar 30-50 kantong kresek. Cuma ya harus telaten banget bikinnya. Padahal kalau dikembangkan, selain bisa mereduksi sampah kresek, bisa juga jadi lapangan pekerjaan untuk ibu-ibu 'pengangguran' hehehe..

Untungnya sekarang udah mulai banyak tas belanja lucu-lucu yang ngga nyusahin untuk dibawa ke mana-mana. Tinggal dilipet sampe kecil, dikancing, dan ada gantungannya. Jadi bisa sekalian jadi gantungan kunci :p Yang masih aku pengen, tas-tas belanja dengan bahan seperti yang banyak dipake di Jepang atau Korea. Bukan karena produk import jadi keren. Tapi karena bahannya bagus, lebih kuat, dengan motif yang lucu-lucu, desain tasnya juga keren. Jadi ngga cuma bisa dipake belanja aja, tapi bisa jadi tote bag gaya.

Saat ini hanya kurang dari 1% kantong plastik yang mampu didaur ulang dengan biaya yang sangat mahal. Daur ulang satu ton kantong plastik menghabiskan biaya sekitar 40 juta rupiah, sementara produksi satu ton plastik hanya menghabiskan  sekitar 350 ribu rupiah.

Kalau kita bisa menghemat satu kantong plastik saja setiap hari, berarti kita menghemat 365 kantong plastik setahun. Kalau kita menggunakan kantong plastik selama 50 tahun, berarti kita menghemat sekitar 20.000 kantong plastik. Kalau 200 juta penduduk di Indonesia bisa melakukan penghematan ini, berarti kita bisa menghemat 4 trilyun kantung plastik :) 

So, be wise with plastic bags  :)

*repost dan diedit ulang dari blog multiply jadulku, 26 Maret 2008 

abisin dong makanannya...


Ada seorang bapak di depan bak pencuci piring. Umurnya lebih dari setengah abad, tapi kerutan di wajah membuatnya terlihat 10 tahun lebih tua. Mungkin karena apa yang dilaluinya melampui kebanyakan orang-orang seumurannya.

Hanya sepintas lalu aku lewat, sangat terlihat hatinya berat menggeser sisa-sisa makanan dengan sendok sampai jatuh ke tong sampah di sebelah bak cuci. Di sebelahnya, setumpuk piring lainnya menanti dibereskan, beberapa masih dengan makanan porsi hampir utuh, hanya diambil beberapa suap saja.

Dari beberapa bulan berkenalan dan mengobrol dengan bapak itu, aku jadi memiliki imajinasi apa yang aku lihat. Seakan-akan hatinya berontak dan kata-kata menyerbu benaknya....

"...kalau saja saya bisa membungkus sisa-sisa makanan ini untuk keluarga saya"

"...kapan saya bisa mengajak keluarga makan seenak ini ya?"

"... ya ampun...cuma diacak-acak doang, ngga dimakan?!?!?"

"...kalau saja ngga ada aturan dari si bos, saya bawa nih buat si eneng.. dia suka banget cah jamur..."


Beberapa hari yang lalu ia cerita, istrinya sudah sebulan ini sakit tapi belum dibawa ke dokter karena tidak ada biaya. Sehari-hari keluarganya hanya makan dengan nasi dan lauk seadanya, terkadang hanya ikan asin, dan kecap. Itu pun hanya sekali sehari, karena upahnya sebagai pencuci piring di sebuah cafe ternama memang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Aku tahu dengan pasti, untuk menghemat dan bisa mencukupi semua kebutuhan keluarga dari gaji yang tidak memadai, setiap hari ia mengayuh sepeda tuanya ke tempat kerja, 30 kilometer pulang pergi. Terkadang, kalau badannya yang renta sudah tidak kuat lagi, ia mencari mesjid untuk bermalam.



Menghabiskan makanan. Kebiasaan ‘kecil’ yang berawal dari keluarga. Sebenarnya -bukan hanya karena mubazir saja- tidak menghabiskan makanan secara tidak langsung juga menyia-nyiakan energi dari proses pembuatan makanan itu hingga makanan tersebut duduk manis di piring kita menunggu disantap. Mulai dari pembibitan, hingga proses memasak. Kita bisa saja berpikir ‘Ah…itu kan ngga seberapa?’.

Mari kita berhitung, andaikan sisa makanan dari satu orang dikumpulkan dalam sehari sebanyak satu sendok makan, dalam seminggu porsinya bisa untuk makan satu orang. Bahkan mungkin porsi yang lebih dari porsi harian keluarga sang pencuci piring tadi. Berapa energi yang terbuang sia-sia? Sudah pasti lebih banyak dari yang kita bayangkan.

Ada sebuah restoran yang memampang tulisan "Makanan yang kita hidangkan adalah karunia Tuhan, mohon jangan disia-siakan." Buat aku, tulisan tersebut tidak perlu ada karena seharusnya sudah tertulis pada hati kita. Sudah seharusnya kita tahu kapasitas ‘perut’ kita, dan bisa memperkirakan apakah makanan itu habis atau tidak.

Lebih dari sekadar kebiasaan, menghabiskan makanan mengajarkan banyak nilai, menghargai makanan, tanggung jawab, tidak serakah, dan hidup dalam sebuah keprihatinan, mengingat banyak orang yang tidak makan bahkan sejak kemarin, kemarin dulu, atau beberapa hari yang lalu.

Jadi, sudah dihabiskan belum makanannya?

1.02.2010

food miles.


 by adimas/rahmadina for koenjit magz

Banyak orang kini menganggap makan bukan lagi hanya urusan isi perut. Dimana dan apa yang dimakan menjadi sesuatu yang penting. Bagi kalangan tertentu, seperti ada kebanggaan tersendiri saat singgah ke sebuah resto atau kafe eksklusif untuk sekadar santap siang, misalnya, atau ketika menjadikan produk-produk impor sebagai makanan favoritnya. Inilah gaya hidup masyarakat modern, menurut mereka, yang bahkan mengedepankan gengsi seseorang ketimbang kelestarian lingkungan maupun perekonomian bangsanya sendiri.

Sementara makan telah terkait erat dengan persoalan gaya hidup, adakah terbayang oleh kita tentang asal dan bagaimana cara makanan itu sendiri sampai ke hadapan kita? Terpikirkah bahwa dengan menggandrungi makanan impor, kita turut mencairkan kutub utara dan menenggelamkan pulau-pulau di sekitarnya?

Food miles, kata yang cukup asing di telinga kita ini adalah sebuah konsep tentang efek yang ditimbulkan dari makanan yang kita makan, dilihat dari sejauh apa jarak pengangkutan yang diciptakan. Ada beragam akibat dari hal ini, mulai dari pemusnahan nilai-nilai budaya sampai peran dalam percepatan terjadinya global warming. Konsep ini dapat menjadi indikator untuk melihat berbagai dampak dari proses produksi hingga distribusi makanan.

Pengaruh lingkungan
Kontribusi apa yang diberikan food miles pada masalah lingkungan? Logika sederhana sebenarnya dapat menjawab pertanyaan ini. Ingatlah bahwa makin jauh sumber suatu makanan berasal, berarti makin banyak pula bahan bakar yang diperlukan untuk transportasi. Pengangkutan biasanya melibatkan truk-truk berbahan bakar solar yang menyumbang polusi udara lebih besar. Belum lagi jika jarak pengangkutan sudah dalam skala lintas negara atau lintas benua.

Salah satu contoh dapat kita lihat dari hasil penelitian di Inggris, yang menyebutkan bahwa warga di sana bisa menghabiskan sembilan milyar per tahunnya untuk keperluan bahan bakar dalam pengangkutan makanan, baik oleh industri maupun masyarakat biasa. Rata-rata masyarakat Inggris berkendaraan sekitar 898 mil dalam setahun untuk berpergian ke toko makanan. Pada tahun 2002, transportasi makanan di Inggris telah menghasilkan 19 juta ton karbondioksida, yang mana 10 juta diantaranya dihasilkan dari transportasi dalam negeri dan sisanya merupakan hasil dari lalu-lintas makanan impor.

Selain itu, jangan lupakan pula proses produksi, pengolahan serta pengawetan makanan yang juga dapat menyumbang gas-gas rumah kaca. Belum lagi banyaknya makanan terbuang dari persentase kegagalan yang timbul karena masalah pengemasan selama pengangkutan jarak jauh tersebut. Jika semua itu dijumlahkan, maka dari pengiriman makanan jarak jauh yang dilakukan oleh semua eksportir makanan di seluruh dunia dalam sehari akan kita peroleh besaran angka yang mengerikan, mewakili jumlah gas penyebab pemanasan global.

Masalah kesehatan
Jarak pengangkutan yang jauh juga akan mengurangi kesegaran dari makanan. Agar makanan bisa tahan lama, zat-zat kimia yang dapat mengawetkan pun digunakan. Secara tidak sadar, mengonsumsi makanan-makanan tersebut tak ubahnya dengan memasok bom waktu di perut kita. Belum lagi berkurangnya kandungan vitamin karena makanan yang diangkut dari jarak jauh tersebut tentu tidak lagi segar. Maka masih masuk akalkah jika kita mengira bahwa produk-produk makanan impor pasti lebih sehat hanya karena alasan kemahalan harganya? Siapa yang menjamin bahwa tingginya harga produk tersebut merupakan kompensasi dari kualitas bahan atau kehigienisannya, sementara sebagian besar biaya tersebut jelas terserap oleh kepentingan transportasi?

Masalah sosial dan runtuhnya perekonomian lokal
Tidak sedikit produk-produk penganan di sekitar yang tak kalah kualitasnya dengan produk-produk impor. Namun, para produsen lokal tersebut kini kalah bersaing industri-indusri berlabel koorporasi internasional yang bagai raksasa, dengan tangan besarnya dapat menggenggam bola dunia.
Sebut saja Sopian (40), seorang petani lokal yang dulu cukup sukses. Setiap hari ia bisa memasok ratusan kilogram wortel, kentang, dan tanaman-tanaman musiman segar lainnya ke beberapa hotel dan restoran di Bandung, tak ketinggalan pasar-pasar tradisional dan supermarket. Lewat usahanya yang dirintis sejak lulus kuliah ini, ia telah berhasil menggairahkan iklim pertanian di daerahnya. Namun, lain dulu lain sekarang. Sejak pasar Eropa masuk ke Indonesia, atau era yang katanya pemerataan (baca : globalisasi), permintaan pasar atas sayuran yang ia produksi menurun drastis. Walaupun sayuran yang ia produksi tak kalah kualitasnya dengan produk Eropa sana, Sopian harus tersisih karena modal dan kekuasaan yang kurang kuat.

Ketika menjual atau membeli bahan makanan, atau ketika adanya pelayanan langsung terhadap para konsumen, misalnya, merupakan interaksi penting dalam membentuk dan memelihara sebuah komunitas yang berkembang. Inisiatif untuk mengonsumsi makanan lokal jelas mendukung suatu masyarakat. Pembelian bahan makanan dari petani lokal akan mengakibatkan terjalinnya sebuah hubungan sosial dan juga menahan keuangan stabil pada komunitas lokal. Dengan demikian, komunitas para petani pun memiliki sebuah benteng pasar tersendiri.

Beralih ke makanan lokal
Banyaknya konsumsi terhadap produk-produk makanan non lokal merupakan akibat dari kurangnya informasi tentang konsep food miles. Secara tak sadar, masyarakat telah menjadi korban dari promosi iklan sangat gencar. Selain itu, besarnya keterlibatan para pemodal besar (baca: kapital) yang semakin memarjinalkan para pengusaha kecil telah menciptakan persaingan yang tidak sehat. Jelas berarti masalahnya bukan terletak pada kualitas makanan lokal yang lebih jelek.

Dengan pertimbangan tingginya konsentrasi gas rumah kaca yang dibuang kendaraan selama pengangkutan, dukungan terhadap makanan lokal menjadi salah satu solusi untuk mereduksi emisi gas rumah kaca tersebut. Konsep ini sendiri merupakan bagian dari isu yang lebih besar, yaitu keberlanjutan (sustainability), dimana berkaitan erat dengan berbagai isu. Konsumsi terhadap makanan lokal akan menciptakan suatu siklus yang menguntungkan baik bagi kesehatan, lingkungan, kehidupan sosial, maupun perekonomian lokal. (Heidyanne R. Kaeni)

*repost dari madjalah koenjit (alm.) :p

[repost] impian bunga


gambar dari sini

halo teman, aku bunga
umurku 5 tahun
ayah dan bunda memberiku nama itu
supaya aku secantik bunga

aku jadi ingin tahu
seperti apa sih bunga itu?
 

rambutku tipis dan merah
bukan karena bunda mengecat rambutku
tapi itu tanda sayang sang matari
yang panasnya terkadang bikin aku pusing

aku membawa tas ransel
dengan botol di kantung
isinya bukan sirup yang segar dan dingin
tapi oksigen supaya paruparuku masih bisa bernafas

di leherku ada bunga merah kecil dari plastik
bukan gantungan kalung
tapi hanya penghias selang
yang menggandeng botol oksigen
dan lari masuk ke dalam hidungku

kata bunda,
dulu anak seumurku rambutnya banyak
bisa dikucir seperti buntut kuda
dikepang dua juga bisa
tapi aku dan kawanku rambutnya sedikit
itupun kalau bisa tumbuh

kata ayah,
dulu anak seumurku
bisa berlarilari di rumputrumput
memanjat pohon juga bisa
tapi aku dan kawanku
hanya bisa memanjat mainan di sekolah

rumput, pohon, daun, bunga
hanya akrab di telinga
ceritera ayah bunda sebelum tidur
hanya akrab di mata
ceritera gambar di bukubuku sekolah

tapi satu saat kawan
aku akan lihat sendiri pohonpohon
memegangnya sendiri dedaunan
mencium bunga yang katanya harum
karena ayah dan bunda berjanji
akan membawaku ke sebuah kubah
dimana mereka menjadi nyata

satu saat nanti pula
kubangun kubah hijau itu
tidak hanya dalam ingatanku
tapi juga di rumahku

[repost] sepertiga hijau


berapa banyak rindang pohon 
yang masih menaungi rumah kita?



ketika kita menghirup sejuknya udara
berhembus dari mesinmesin penyejuk
yang tiap hari minum bensin
yang tiap saat makan batubara

saat itu pun kita terlena
seharusnya paruparu kita berlehaleha
terkipasi dedaunan
seharusnya badan kita berpeluk
batangbatang pohon

kita lupa sebenarnya nafas kita,
partikel yang lalu lalang masuk
hilir mudik melalui hidung kita,
satu irama dengan nafas dua pohon

apakah tarian asapasap itu
mengotori nurani kita atas nama nyaman
membutakan kita atas nama teknologi
menulikan kita atas nama pembangunan
kawan, separuh dari nafas kita terenggut
dan sesakpun belum cukup membuat terjaga

ah.. jangan ucapkan panas
bila mengejar kasih pohonpun
kita tidak bisa


kayumanis37
untuk sepertiga Bandung yang hijau


[repost] p a n a s


gambar dari sini


jangan ucapkan

kalau kamu masih bergantung
kotak besi bermesin penyejuk
yang mengantarmu dari titik ke titik

kalau kamu masih tega
menjadikan tanah itu kedap
yang membuat bumi kehausan

kalau api masih membara
diantara sampah sisa harimu
yang membuat racun menarinari


hai mahluk perusak bumi
pembunuh anak cucu
apakah panas buatanmu itu 

menguapkan akal sehat 

juga membakar nuranimu?



[repost] gaya hidup frugal



Udah ada beberapa orang yang protes, kenapa postingan aku sebelumnya baru copy-paste doang. Hihi.. Kalau mau membahas yang namanya frugality, atau bahasa Indonesianya frugalitas (tapi belum masuk KBBI), pasti nyebar ke mana-mana. Tapi ngga papa deh, kita bahas sedikit-sedikit, mulai dari hal yang paling kecil, atau yang buat orang-orang sepele.

Kebiasaan. Satu hal yang dilakukan berulang-ulang, bahkan mungkin saking berulangnya sampai kita lakukan secara tidak sadar. Tapi buat aku yang kecil dan diluar kesadaran ini yang penting, dan kadang malah susah untuk diubah. Ekstrimnya, kebiasaan kecil ini sebenarnya yang menjadi awal dari 'kesusahan' kita nantinya.

Biar ngga susah, aku mulai dari unsur elemen dasar. Api. Api aku terjemahkan sebagai energi, atau mungkin lebih sederhana lagi listrik. Ada satu contoh kecil, keciiill banget. Misalnya kita manasin air dengan pemanas listrik nih. Yang paling enak, kita pake pemanas air yang otomatis akan mati kalau airnya sudah mendidih. Masukin air, kita jerang, tinggal. Setelah mendidih, mati sendiri. Paling baik ya air yang mendidih itu langsung kita pakai. Tapi lain halnya kalau kita tinggal, lalu kita lupa, atau 'dinanti-nanti'. Airnya jadi dingin lagi, dengan pemikiran 'ah, gampang, nanti tinggal nyalain lagi'.

Hal kecil bukan? Gampang, tinggal nyalain lagi. Tapi kalau hal tersebut jadi kebiasaan, mau besar atau kecil tetep aja namanya pemborosan energi. Yea yea.. talk to yourself, Dan. Yup, hal ini sebenernya mengingatkan aku sendiri, yang sering lupa kalo lagi manasin air. Maafkan :) Ini kebiasaan yang keciiiill banget. tapi kalau dilakukan berulang-ulang oleh beribu-ribu atau berjuta-juta orang, bakal menjadi sesuatu yang besar.

Cerita lain, AC. Kalau dari singkatannya, AC itu Air Conditioner. Penyejuk udara. Bukan pendingin udara. Tapi tampaknya orang sudah lupa rasanya sejuk, jadilah AC itu pengubah ruangan menjadi lemari es besar. Mau hemat? AC itu untuk menjadikan udara sejuk, tidak panas. Tapi pada kenyataannya, AC lebih banyak disetel super dingin. Yah, selisihnya cuma beberapa derajat, tapi ya tetep aja, si beberapa derajat, kalau disetel tiap hari berjam-jam oleh ribuan gedung, kembali lagi, pemborosan energi.

Ya ya.. orang akan bilang, 'Lu aja yang norak, ngga bisa pake AC.' Hehe, memang, aku agak musuhan sama yang namanya AC. Soalnya dinginnya AC itu kadang bikin badan pegel, kaku ngga jelas. Kalo kata mbak yang suka mijet aku, angin dari AC itu ngendon di otot lebih lama daripada masuk angin biasa. Bikin badan cepet sakit, apalagi yang sensitif. Yap, that's me!

Selain elemen api yang sering dihambur-hamburkan, elemen air juga sama saja. Yah, ngga usah berpanjang-panjang diceritakan, dari hal kecil yang dilakukan sehari-hari aja, cuci piring, cuci tangan, cuci baju, bahkan berwudhu. Seberapa besar kran mengalir untuk kita gunakan? Mungkin ada yang perlu kita tanya ke diri sendiri, 'perlu ngga kita nyalakan kran hingga mengucur deras kalau yang kita perlukan sebenarnya hanya setengahnya, atau bahkan sepertiganya?' Balik lagi, kebiasaan kecil tapi berarti.

'Jangan kaya orang susah aja ah.' Pernah aku denger orang yang mengingatkan temannya untuk berhemat, malah dibecandain seperti itu. Yah, mungkin buat beberapa orang, hidup hemat itu sama aja seperti orang kesusahan. Bukan ngga mungkin kalau kita tidak segera melakukan penghematan, kita beneran jadi orang susah. Mau air bersih susah, mau nyolok listrik susah.

Sepele atau ngga, kebiasaan kita terhadap segala hal yang menggunakan listrik atau air ini harus diubah. Sepertinya banyak yang ngga sadar, bahwa listrik itu sama dengan biaya. Masih terlalu murah kali ya. Belum cukup untuk membuat orang sadar bahwa listrik dan air sama dengan biaya. Bukan cuma uang, tapi mungkin biaya 'kesusahan' kita nanti :)

Sulit untuk merubah kebiasaan kecil dan sepele dari hidup kita, yang tidak jarang kita lakukan diluar kesadaran saking sudah menjadi kebiasaan. Tapi kalo sudah menjadi kebiasaan baru yang lebih baik, dan dilakukan massal, bukan tidak mungkin akan membuat kita hidup nyaman lebih lama, sebelum kita benar-benar merasa susah air, susah listrik. Lebih bijak menggunakan listrik, air, dan semua yang ada di bumi, karena kita meminjamnya, dan harus kita kembalikan lagi sebesar yang kita pinjam. Jadi, biar ngga 'ngutang' banyak-banyak, irit-irit aja lah ya.

Membahas gaya hidup frugal (frugal life style) memang tidak akan ada habisnya. Banyak banget yang bisa dibahas, yang bisa dicermati dan disiasati untuk gaya hidup yang ramah lingkungan. Bahkan yang kecil-kecil dan sering dianggap sepele itulah yang punya pengaruh yang besar.  


So, let's spread frugality!!!


*thanks to my mum, who taught us 'frugal life style' even though she didn't know what frugal is.

frugality.


Baru nonton "The 11th hour", film yang diproduseri Leonardo DiCaprio tentang lingkungan, dan mendapatkan kosa kata baru. Frugality, atau kalau diindonesiakan frugalitas. Setelah itu aku sibuk  mengkampanyekan frugalitas dan gaya hidup frugal di FB, twitter, status YM.

Setelah 'kampanye' itu, aku dihujani pertanyaan, 'Apa sih itu? frugal..frugal..' Hmm.. Gaya hidup frugal itu intinya gaya hidup kita dalam rangka mengurangi beban kita terhadap bumi. Suatu gaya hidup dimana kita bijak menggunakan semua yang ada dalam hidup kita, baik barang dan jasa, dengan mengoptimalkan apa yang ada untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Biar gampang, prakteknya aja langsung. Kita bisa memulai gaya hidup frugal dengan mengurangi sampah, mengurangi kebiasaan-kebiasaan 'mahal', dan  meningkatkan efisiensi penggunaan semua barang dan jasa. Lebih jauh lagi? Kita bisa menjauhi nilai-nilai sosial yang banyak mengeluarkan uang dan membuat kita konsumtif, lebih memilih opsi-opsi yang tidak memerlukan biaya, sebisa mungkin melakukan barter, dan terus update dengan hal-hal menyangkut pasar lokal, baik barang dan jasa.

Mungkin ada yang berpikir frugalitas ini ribet banget ya.. Ngga salah juga sih,  karena gaya hidup seperti ini memang berkaitan dengan satu sistem besar. Dan ngga semua elemen dari sistem itu memiliki pandangan yang sama terhadap gaya hidup frugal. Misalnya, gaya hidup frugal ini akan merugikan pihak yang memiliki kepentingan untuk membuat kita konsumtif. Itu frontalnya.

Ngga usah jauh-jauh, gaya hidup frugal ini pasti banyak hubungannya tempat-tempat komersil seperti toko-toko atau pasar. Bayangin aja, kalau ada satu daerah yang masyarakatnya sangat frugal, toko dan pasarnya ngga selaku daerah yang masyarakatnya konsumtif.

Gaya hidup seperti ini juga bisa mempengaruhi kultur perusahaan. Contoh sederhana, misalnya dalam penggunaan kertas di perusahaan. Bisa aja ada perusahaan yang menerapkan suatu peraturan dalam penggunaan listrik, kertas, air, dan semua yang berhubungan dengan hampir setiap orang di perusahaan tersebut.

Tiap orang punya kecenderungan apa yang terbaik dari sisi ekonomi, materi, kebiasaan, dan sisi kehidupan lainnya. Filosofi dasarnya adalah kita bisa menghemat untuk sesuatu yang tingkat keperluannya lebih tinggi. Dan kalau kita berpikir panjang, ujung-ujungnya ngga cuma penghematan dalam bentuk uang, tapi juga penghematan energi. Bukan tidak mungkin dengan menghemat penggunaan kertas yang dilakukan jutaan orang di dunia, banyak pohon yang terselamatkan.

Ada enviromentalis yang mendeskripsikan sebagai gaya hidup yang menganut 'perlu sedikit, bawa sedikit'. Bisa juga gaya hidup yang lebih memilih ke alam dibandingkan dengan buatan manusia. Atau hidup sederhana dengan memiliki barang sesedikit mungkin.

Sangat wajar bila kebanyakan gaya hidup saat semakin jauh dari gaya hidup frugal karena sifat dasar manusia yang pengen 'instan', ngga mau susah, pengen hidup nyaman, ngga sabar, dan sifat-sifat lainnya. Konsekuensinya? Beban bumi terhadap manusia-manusia ini semakin berat, terlebih dari pertambahan penduduk yang eksponensial. Terlepas dari isu pemanasan global yang kadang membuat bosan, kesadaran untuk mengurangi beban bumi ini harus  kita mulai. Sebelum membahas frugalitas lagi, sudah siap memfrugalkan diri? :p

sejuk bumi.


Siapa sih yang ngga pengen bumi ini bertambah sejuk?

Bumi ini bertambah panas. Bertahun-tahun isu global warming telah terngiang di telinga kita. Tapi tampaknya semakin lama isu ini terdengar, kita semakin apatis. Bosan dengan semua yang diteriakkan. Ah, bumi ini masih panas juga.. Apalagi buat kita yang hidup di Indonesia. Sepanjang tahun masih bisa menikmati namanya matahari.

Kita sebagai manusia yang mendiami bumi, makin lama kurang peka sama curhatan bumi. Keluh kesahnya sudah lagi tidak terdengar. Tertutup dengan hingar bingar teknologi dan kenyamanan. Padahal bumi lah yang sudah berbaik hati untuk kita supaya kita tetap bisa tinggal.

Blog ini hanya ingin menjadi rumah untuk aku, dan aku akan mengajak kamu, dan semuanya yang mampir ke sini untuk tinggal sejenak dan berbagi. Untuk mengurangi beban bumi terhadap hidup kita yang semakin semena-mena. Untuk bumi yang lebih sejuk dan bersahabat. Bersahabat dengan bumi ngga susah kok, hanya harus membiasakan diri dan sering kali melepaskan diri dari kenyamanan 'berlebihan' kita.

Blog ini mungkin juga menjadi pengobat 'rasa bersalah' aku terhadap ilmu yang dulu pernah aku dapet. Bekerja tidak dalam bidang yang sama dengan apa yang aku lalui selama kuliah, membuat banyak orang bertanya, 'Ilmunya mau dikemanain?'. Buat aku sebagian ilmu yang aku dapet di kuliah kemarin adalah 'domestic science'. Ilmu yang sebenernya  semua orang sebaiknya tahu. Karena sebagian alasan kenapa manusia tidak bersahabat dengan bumi adalah karena ketidaktahuan.


Di sini kita bisa berbagi tips-tips, mulai dari hal-hal yang kecil yang sering kita anggap sepele, hingga mungkin impian besar kita terhadap bumi yang lebih hijau. Eits, jangan salah, yang kecil itu kalau kita bagi, kita sebarkan dan kemudian akan menjadi kebiasaan banyak orang, akan sangat membantu meringankan bumi ini. So, let's start small for a greener and friendly us for our earth!! :D

Untuk awal-awal isi dari blog ini, aku masukkan dulu beberapa tulisan dari blogku yang lain.. Yang mau berkontribusi untuk 'sejukbumi' ini, boleh banget. Kontak saya saja di kayumanis37[at]gmail[dot]com.

Salam sejuk.