1.04.2010

baca dulu labelnya..

Apa yang kita lakukan ketika berbelanja makanan? Ada yang langsung memasukkan begitu saja makanan yang kita inginkan atau butuhkan ke keranjang makanan. Ada yang memilih-milih dulu jenisnya, seperti kalau kita ingin kripik kentang, kita berpikir dulu, kali ini yang dibeli rasa apa ya? Dan akhirnya keranjang belanja kita penuh dengan makanan. Atau kita keluar toko hanya dengan apa yang kita butuhkan.

Terlepas dari makanan yang dibelanjakan itu hanya kebutuhan sehari-hari atau belanja cemilan dan makanan yang terkadang tidak kita perlukan, ada satu hal yang sering terlewati. Membaca label makanan. Sudahkan mengecek label itu menjadi bagian dari kebiasaan saat belanja? Kebanyakan orang mengecek tanggal kadaluarsa makanan. Tapi lebih jauh lagi mengecek label yang ada di pinggir kemasan, mengerti isi informasi yang ada, dan akhirnya makanan tersebut masuk ke dalam pilihan menandakan kita tahu 'konsekuensi' dari apa yang dimakan.

Paranoid?

Kebiasaanku mengecek label makanan beberapa kali dibilang ‘paranoid’ oleh beberapa teman. Apakah kebiasaan itu dianggap berlebihan? Padahal, membaca label makanan bisa menjadi pintu suatu lorong hak konsumen. Lorong awal di mana kita tahu apa yang kita makan. Kertas kecil berisi info yang membuat kita tahu, berbahaya atau tidak makanan yang kita konsumsi. Informasi yang membuat kita bisa melihat, bagaimana dampak makanan itu terhadap tubuh kita, dengan segala yang tertera.

Tentunya sebagai orang yang hobinya makan, kadang-kadang label dilihat untuk  tahu apa isi dari makanan yang dibeli. Siapa tahu , dengan informasi bahannya itu, aku ngga perlu membeli makanan itu karena bisa membuatnya sendiri di rumah. Walaupun kasus ini jarang juga sih, karena ujung-ujungnya malas ‘repot’ memasak, hemat waktu dan energi, hehe..




Ahli pangan?

Kadang-kadang gara-gara suka membaca label makanan, aku ditanya beberapa temen tentang isi label itu. Wah, aku bukan ahli pangan yang ngerti segala info dalam daftar bahan-bahan suatu makanan. Apalagi kalau yang tertera kode-kode makanan seperti untuk pewarna dan bahan-bahan makanan. Ada beberapa hal yang mungkin aku tahu karena pernah ikut kuliah 'Sanitasi Makanan dan Minuman'. Tapi kalau ngga tahu, bisa nyari kan di internet? Tinggal tanya paman Google nan baik hati dan tahu segala itu, keluarlah sederet penjelasan.

Untuk jangka panjang, mungkin kita jadi banyak belajar tentang apa yang kita makan, seperti apa itu lemak trans, pewarna makanan mana yang aman dan lain sebagainya. Tapi untuk langkah awal, membaca label makanan ini merupakan salah satu kesadaran kita terhadap apa yang kita makan.

Tentang mata kuliah sanitasi yang aku ikuti dulu, setiap keluar kelas, jadi mikir 'Kalau hampir semua makanan di dunia ini ada dampak negatifnya, kita makan apa dong?' Kita hidup di jaman yang serba maju, dan ada yang harus kita bayar untuk kemajuan jaman itu. Polusi yang akhirnya bersarang di tanaman yang akan kita makan, residu bahan kimia pertanian, bakteri dan virus yang semakin lama semakin ganas karena mereka pun perlu bertahan hidup. Wah, kalau kita nyari makanan yang seratus persen aman, bisa-bisa kita puasa seumur hidup, dong.

Memilih resiko.

Milih apa yang kita makan sama saja dengan memilih resiko. Tapi setidaknya ya itu tadi, kita tahu dan sadar betul apa yang kita makan, dan resiko apa yang kita dapatkan. Kalau udah punya kesadaran itu, tanpa sadar kita bisa memilih apa yang terbaik, atau apa yang dibutuhkan saat ini. Kalaupun makanannya enak tapi ngga baik, bisa tetep dimakan sih, tapi secukupnya saja. Jangan banyak-banyak, jangan sering-sering. Atau kalau tahu dampak negatif dari mengkonsumsi sesuatu, kita kan bisa cari tahu antisipasi apa yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif.

Ada juga pertanyaan yang dilontarkan "Mau makan aja kok repot?". Atau mungkin ada juga yang bilang "Ntar aja deh, milih-milih makanannya kalau udah tua." Hm..kenyamanan kita di usia lanjut nanti harus diinvestasi dari sekarang. Jadi kalau mau lebih enak-enak pas tua nanti, ayo kita mulai dari sekarang. Setelah tahu dan sadar betul apa yang kita makan, pilihan tetap ada di kita kan? Ngga ada yang memaksa anda untuk makan atau tidak makan sesuatu kan? Kecuali anda pola makan anda di bawah pengawasan dokter mungkin :)

Oh, btw, yang pertama kalau aku liat label makanannya adalah jumlah kalori total per serving dan kalori dari lemak. Kalori dari lemak ngga boleh lebih dari 25-30% dari jumlah kalori total, dan sebisa mungkin ngga ada saturated fat alias lemak jenuhnya. Setelah itu baru aku cek yang lain ;)

No comments: